Sebuah sekolah mengadakan upacara bendera yang rutin diadakan setiap hari Senin. Murid berbaris dengan rapi dibawah terik matahari menyengat. Tak ketinggalan guru-guru berbaris sejajar di bawah teras sekolah. Rukun-rukun upacara pun berlangsung tertib dan penuh hidmat. Tak lama, upacara pun selesai dan barisan dibubarkan. Tampak murid berpeluh keringat. Ada yang mengipas, ada yang mencari minuman untuk sekedar menghilangkan dahaga. Begitu juga para guru. Masing-masing duduk mengatur nafas di ruang guru.
Jam pelajaran pun di mulai. Di sebuah kelas, seorang guru sudah duduk di mejanya seraya mengajak murid untuk memulai pelajaran. Pelajaran pertama hari ini adalah Bahasa Indonesia dan materinya adalah Cita-Cita. Guru memulai dengan bertanya kepada murid-muridnya.
Guru : Delvi, kalau sudah besar ingin menjadi apa?
Jam pelajaran pun di mulai. Di sebuah kelas, seorang guru sudah duduk di mejanya seraya mengajak murid untuk memulai pelajaran. Pelajaran pertama hari ini adalah Bahasa Indonesia dan materinya adalah Cita-Cita. Guru memulai dengan bertanya kepada murid-muridnya.
Guru : Delvi, kalau sudah besar ingin menjadi apa?
Delvi : Ingin menjadi seorang Akuntan Bu..
Guru : Wah, cita-cita yang bagus sekali.. Rajin belajar ya..
Sekarang kamu, Wilda. Kamu ingin menjadi apa?
Wilda : Ingin menjadi Sarjana Pertanian Bu..
Guru : Ya, Bagus.. Kamu Icha?
Icha : Ingin menjadi Guru Bu, Seperti Ibu. Agar tiap upacara bisa di bawah teras sekolah.
Guru : ***** Baik anak-anak kita lanjutkan pelajaran kita...
Guru : Wah, cita-cita yang bagus sekali.. Rajin belajar ya..
Sekarang kamu, Wilda. Kamu ingin menjadi apa?
Wilda : Ingin menjadi Sarjana Pertanian Bu..
Guru : Ya, Bagus.. Kamu Icha?
Icha : Ingin menjadi Guru Bu, Seperti Ibu. Agar tiap upacara bisa di bawah teras sekolah.
Guru : ***** Baik anak-anak kita lanjutkan pelajaran kita...
Masihkah Guru yang di Gugu dan di Tiru?
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata gugu, menggugu diartikan
mempercayai, menuruti, mengindahkan. Artinya secara garis besar kita
bisa ambil kesimpulan bahwa guru adalah sosok yang dipercayai, dituruti,
diindahkan perkataannya oleh kita sebagai muridnya. Tentu dengan
catatan bahwa perkataannya adalah perkataan yang baik, dapat
dipertanggung-jawabkan (tidak melanggar norma agama dan norma-norma
kebaikan yang berlaku dimasyarakatnya).
Ditiru, apa yang ditiru dari seorang
guru?, tentu saja perilakunya sebagai seorang guru. Perilakunya yang
ditiru pun tidak terlepas dari norma agama dan norma-norma kebaikan yang
berlaku dimasyarakat.
Apa yang terjadi jika kemudian ternyata
guru yang seharusnya digugu dan ditiru malah berbuat tidak selayaknya
seorang guru?, bahwa perkataannya tidak layak dipercayai, dituruti
apalagi diindahkan, juga ditiru perilakunya. Tentu saja bagi murid yang
belum mampu atau tidak bisa menyaring perkataan dan perilaku gurunya
akan mengikutinya tanpa ia sadari bahwa itu sebuah kesalahan.
Tak heran jika kita kini banyak
menyaksikan “murid-murid” yang menjadi liar, senang tawuran, terlibat
penggunaan obat-obat terlarang, mabuk-mabukan, berjudi, pergaulan bebas,
dan lain sebagainya.
Salah satunya disebabkan oleh semakin
berkurangnya sosok yang bisa digugu dan ditiru oleh murid-muridnya. Bila
kita melihat guru di institusi pendidikan, walau kita tidak bisa
menyamaratakan, tetapi hilangnya jiwa mendidik dari seorang guru hingga
hanya tertinggal jiwa mengajarnya saja, itupun kalau tidak terpotong
oleh kebiasaan ngerumpi sesama guru diwaktu jam belajar dengan
meninggalkan catatan dipapan tulis.
” Entahlah ini mungkin dampak dari komersialisasi dunia pendidikan, sehingga guru dipaksa untuk menjadi pedagang bukan untuk menjadi pendidik? “
0 komentar :
Posting Komentar