Zulfahmi Abdillah

Urang Minang yang Lahir di Tanah Batak

I Won't Give Up

Indak ado kato manyarah sabalun mancubo. Darah Minang itu Padeh!

With Azzam

Bersama Melewati Hari Penuh Makna

Belajar Bersama Alam

Belajarlah.. Pada masanya Alam akan mewisuda dirimu...

Menjaring Matahari

Ringan Bukan Berarti Mudah. Berat Bukan Berarti Sulit.

Minggu, 21 Juli 2013

POLISI VS INTEL

Ada pengalaman menarik yang dialami Tim INTEL Ramadhan ketika menuju Desa Tapak Kuda Kec. Tanjung Pura Kab. Langkat (20/07/13).  Sesampainya di tanjung Pura, mobil rombongan berhenti untuk membeli ta'jil berbuka puasa, khawatir jika waktu berbuka sudah tiba sementara Tim masih di perjalanan. Selepas membeli ta'jil Tim INTEL di stop polisi yang sedang bertugas di depan SMAN 1 Tj. Pura.
POLISI: "Selamat sore pak, bisa tunjukkan surat-surat?"
Tanpa menjawab langsung menyodorkan yang dimaksud. Kemudian Polisi tersebut mengeceknya.
POLISI : "Bapak sudah dilihat baru memasang sabuk pengaman!" (Berkata ke Tim kami di sebelah sopir). Pada saat tersebut sabuk pengaman memang baru di pasang karena Tim baru keluar dari parkiran setelah membeli ta'jil. Dan Polisi mengira kami memasang sabuk setelah dilihat Polisi.
Ketika di dalam Pos Jaga.
POLISI: " Yang mana kita tilang ini pak? STNK atau SIM?
INTEL: "Aku minta Tilang Biru"
POLISI: "Nanti ambil di pengadilan"
INTEL: "Aku minta tilang biru, gak perlu aku ke pengadilan"
POLISI: Dengan nada Kesal sambil membolak-balikkan tilang merah yang akan ditulisnya. "Tilang biru mana? Mana tilang biru?
INTEL: "Aku minta tilang biru! Titik!" Mari tilang biru, Tunjukkan nominalnya! Bilang ke Bank mana harus ku bayar!"
POLISI: "Ya sudah marilah...!
INTEL: "Kemana?" Merasa kalah, si petugas mengarahkan kami ke Kanit.
POLISI: "Kanit" Sambil mengarahkan kami agar menuju ke ruang Kepala Unit Pos.
KanitPOL: "Apa kesalahannya ni?"
INTEL: "Aku pun tak tau komandan.. Aku cuma minta tilang biru"
KanitPOL: "Apa salahnya ni? (Sambil memanggil petugas yang menilang tadi). "Mana yang nilang tadi?!?!?"
POLISI: "Tak pakai sabuk ndan! Kita tengok baru orang ini pasang sabuk"
KanitPOL: "Nah itu salah kau. jadi gimana ini? kita........" (Belum selesai si INTEL langsung memotong
INTEL: "Kami baru keluar dari parkir komandan!!! disitulah kami sabuk, di kira kawan ini kami baru pakai sabuk setelah ditengoknya.."
KanitPOL: "Jadi kau kira dia bukan Polisi?!! Tunjukkan pangkat kau! (Meminta petugas tadi menunjukkan pangkatnya..
INTEL: "Bukan soal pangkat komandan! Aku baru keluar dari parkir beli ta'jil, disitulah kami baru pasang sabuk!"
KanitPOL: "Betul itu?!!!"
INTEL: "Aku puasa komandan!"
KanitPOL: "Nah lah! (Sambil membanting STNK dan SIM)
INTEL: "Selow lah komandan! Puasa ni!"
KanitPOL: Sambil mengutip STNK dan SIM yang dibantingnya tadi dan menyerahkannya ke kami. "Nah.. Nah.. Sanalah.. Hati-hati di jalan.. Lain kali jangan minta tilang Hijau!"
INTEL: ?!?!?!?!?!?!? Berlalu sambil menyalami semua petugas yang ada di dalam pos.

Di mobil kami berujar "INTEL KOK DILAWAN... HA HA" "Sejak Kapan ada Tilang Hijau!"

Selasa, 09 Juli 2013

DI CATAT? HARUSKAH?

Seperti tahun-tahun sebelumnya, anak-anak murid akan dibekali dengan sebuah buku catatan yang dipergunakan untuk mencatat amaliah hariannya selama Ramadhan. Dengan berbagai model dan bentuk buku catatan, anak murid diminta untuk belajar jujur terhadap amaliahnya.

Apa urgensinya? selain melatih kejujuran. Si anak akan mengevaluasi setiap amalan yang sudah dilakukannya dan yang tidak dilakukannya. Selain itu, ada kolom catatan tausyiah Ramadhan yang disampaikan ustadz ketika sebelum Tarawih dimulai, dan Sang ustadz pun diminta menandatangani sebagai bukti bahwa si anak sudah mengikuti tausyiah Ramadhan di Masjid/Musholla.

Okelah.. kalimatku terlalu formal membahas sisi positif buku catatan harian ibadah Ramadhan itu. Aku.. Sebagai seorang mantan murid merasa geli dan cukup menyayangkan pola pencatatan seperti itu. Pengalamanku ini mungkin cukup bisa menggambarkan sebagian besar murid menyikapi tugas amaliah yang harus dicatat itu.

Kita harus mengakui tujuan positif selalu baik, akan tetapi prosesnya menjadi tidak baik karena pola yang tidak tepat ini. Hal pertama, dalam mencatat ibadah sholat 5 waktu. Si murid akan mencentang/ceklis kolom. Namun yang terjadi adalah terkadang murid mengisinya walaupun dia sendiri tidak melakukan sholat. Ini juga bisa terjadi dengan ibadah-ibadah yang lain yang harus di centang jika sudah dilakukan.
Hal kedua, mencatat rangkuman tausyiah Ramadhan. Yang terjadi adalah si murid meminta tanda tangan ustadz padahal catatannya masih kosong, yang setelah ditandatangani dia mencontek punya temannya untuk dicatat. Jadilah catatan harian tausyiah yang seragam bahkan sampai titik komanya. Padahal daya nalar seseorang dalam menyerap bisa berbeda-beda.

Disinilah kita harus memerlukan peran orang tua dalam mengawasi anaknya dalam mencatat. Peran orang tua harus lebih. Karena pendidikan utama adalah keluarga. Jadi, kalau anaknya mencatat dengan ketidak jujuran mungkin begitulah orang tuanya dulu hingga kini.

Ah capek aku mikirnya.. elok tidur... Semoga anakku kelak tidak begitu.. Dia hanya melakukan kejujuran dan percaya malaikat pencatat sajalah yang akan mencatat amaliahnya... Aamiin..

Wallahu a'lam bishowaf...