” Ma’af Dit, aku tak bisa “. Suasana seakan tak ada
kehidupan, hanya terdengar suara lembut angin yang menusuk pori-pori
kulitku. Bukan karena kesunyian yang membuatku terpaku, tapi….
” Dit, anterin ke gramedia yuk ? ” suara itu telah menjemputku dari dunia lamunan.
”
Eh….siang bolong gini bengong, entar kesambet loh “. Aku hanya membalas
dengan senyuman. Hasan, dialah sahabat baruku yang kukenal
dikost ini yang telah membawaku pada perubahan. ” Yuk ! ” jawabku singkat.
Dalam
perjalanan tak henti-hentinya Hasan menggodaku yang dari tadi hanya
diam. ” Lagi mikirin apaan sih Dit ?, ngelamun mulu ntar cepet tua
loh……” mata melotot dan kerut keningnya adalah ciri khas ketika sedang
meledekku. ” Ga ada apa-apa ” hanya senyuman yang terakhir dari kata
itu.
” ooo……ya udah klo ga mau cerita “.
Dua
bulan sudah kenanganku terkubur, namun kini entah kenapa muncul kembali
setelah kemarin malam memimpikan dirinya. Kesunyian malam dan dinginnya
malam tak lagi kurasakan karena hangatnya sinar rembulan mulai
menemaniku malam itu untuk mengingat kenangan masa lalu. Entah mengapa
mata ini sulit kupejamkan, seakan-akan didepanku hadir sesosok wanita
yang tak asing bagiku. Dia melambaikan tangan dan bercanda ria dengan
temannya.
Dialah gadis yang telah membangunkan
cintaku. Sebut saja Rani, dia adalah sahabat Tari teman kampusku.
Orangnya asik, mudah beradaptasi dengan teman baru walaupun aku sendiri
agak canggung dengan yang namanya perkenalan dengan wanita. Perkenalan
trus berlanjut, aku mulai memberanikan diri tuk mengajak dia jalan dan
terkadang dia yang memintaku untuk mengantarkannya yang hanya sekedar
mencari boneka. Kecanggunganku mulai sedikit hilang ketika dia mulai
bercanda denganku dan mulai meminta pendapatku tentang masalah yang
dihadapinya. Entah mengapa ketika bersamanya aku seakan-akan menemukan
kebahagiaan yang selama ini telah hilang dalam hidupku. Ketika senja
tiba, kuingin cepat menggantikan rembulan dengan matahari jika kubisa.
Hari demi hari dia tak luput dari pikiranku, walaupun dia bukan satu
kampus denganku tapi dia selalu menghubungiku via telpon dan itu membuat
rasa rinduku terobati.
*~*
HPku berdering dan kuraih dengan malasnya, ” siapa sih pagi-pagi gini ganggu orang yang lagi enak bermimpi ” gumamku.
” Halo, Dit ” suara itu tak asing lagi ditelingaku.
” Ya halo, ada apa Ran ? ” kontan semangat dipagi itu timbul seketika mengalahkan sisa kantukku.
” Dit hari ini ada acara ga ? “
” mmm… kebetulan minggu ini ga ada acara, emang kenapa ? “
”
Anterin aku jalan yuk ! ” suara manjanya mulai muncul. Aku tersipu
mendengar kata-kata itu dan tanpa pikir panjang kuterima ajakannya.
” Ayuk…yuk…, emang mo kemana ? “
” Semangat banget sih, anterin aku cari kado buat keponakanku trus anterin kerumahnya, mau ga ? “
”
Boleh…buat kamu apa sih yang ga bisa ” entah dari mana aku belajar
bergombal terhadap wanita, padahal aku tipe cowo yang sulit
berkomunikasi
dengan wanita.
” Ya udah nanti jam 09.00 jemput aku dirumah yah ! daaa… ” tut…tut…tut…
Huuuu…….
kurebahkan kembali badan ini dengan kegembiraan hati yang terpancar
dipagi hari. Tak biasanya aku menyapa sang surya yang menebarkan
kehangatan
sinarnya yang memberikan manfaat bagi tubuh manusia. Kegembiraan itu
tak akan pernah kuhapus dalam memori kehidupanku.
*~*
Minggu
itu aku menjemputnya sesuai permintaan dan aku mengantarkan mencari
hadiah untuk keponakannya. Hampir semua toko mainan kami jelajahi dimall
itu, tapi tak satupun mainan yang cocok untuk kami beli. Hampir kami
putus asa, tapi keputusasaan itu hilang setelah kami melihat sebuah
kotak yang berisi boneka yang paling disukai keponakannya. Tanpa ragu
kami langsung menuju toko tersebut dan membelinya. Rasa capek, kantuk
dan lelah telah menjadi satu, tapi perasaan itu entah mengapa terasa tak
begitu pengaruh pada diriku. Sebelum pergi kerumah keponakannya, kami
sempatkan untuk beristirahat dicafe dekat kami membeli boneka.
” Akhirnya setelah sekian lama kita mencari …….. fhuuuhhhh ! “
” Sok puitis deh ! ” ledeknya sambil tersenyum kecil.
” Eh Ran mau makan apa ? “
” mmm …. aku ga makan deh ” jawabnya singkat, mungkin rasa lelah telah menbuatnya kurang berselera makan.
” Ya udah klo gitu aku pesen minuman aja yah ? “
” Ok ! “
Sambil minum kami cerita dan saat itu entah mengapa hati ini mendapat dorongan untuk mengatakan sesuatu padanya.
”
mmm……Ran, aku boleh mengatakan sesuatu ga ? tapi …. kamu janji jangan
marah yah ? ” rasa ragu mulai menyelimuti hatiku, tapi daya dorong ini
semakin kuat.
” Tergantung ” senyuman dibibirnya
membuatku terpaku memandangnya. ” Bicara aja lagi Dit, aku ga marah asal
jangan bilang kalau kamu ga bisa anterin aku kerumah keponakanku,
soalnya dari sini kan lumayan jauh dan aku udah capek “
” Bukan …. bukan itu, aku pasti anterin kamu kok ! “
” Trus apa dong ? jangan bikin Rani bingung deh “
”
mmm …… Ran mungkin aku konyol mengutarakan perasaan disaat seperti ini,
tapi aku tidak bisa membendungnya lagi ” ku beranikan tuk memulainya.
” maksudnya ? ” kerut keningnya dan tatapan tajam tak luput dari penglihatanku.
”
Ran ….. a … aku mulai suka sama kamu ” ku gigit bibir bawahku dan
kutundukan pandangan. Tak berani kutatap wajahnya, aku takut melihat
ekspresi
wajahnya setelah aku mengatakan hal itu.
Lama tak terjadi kontak bicara diantara kami. Tapi tak lama kemudian …..
”
Dit, aku ngerti perasaan kamu, aku jadi merasa bersalah terlalu
berlebihan dalam bergaul denganmu sehingga kamu berpikir bahwa selama
ini penerimaan ajakanmu dan permintaan untuk mengantarku adalah atas
dasar rasa suka padamu. Aku menganggap kamu sebagai sahabatku yang baik
yang telah lama kucari selama ini. Kamu mau mendengarkan keluhanku dan
menasehatiku. Jadi tak mungkin aku menerimamu sebagai pacarku, aku tak
mau kehilanganmu Dit, sebab didalam pacaran ketika rasa cinta telah
pudar maka kebencianlah yang berperan dan hal itu tak mau terjadi pada
hubungan kita Dit. Jadi aku mohon padamu jadilah sahabatku bukan
pacarku. Ma’afkan aku Dit, kamu bisa ngertikan perasaanku ? ” penjelasan
itu diakhiri dengan senyuman manisnya. Kuberanikan menatap wajahnya
walaupun jeritan dan tangisan hati silih berganti. Kubalas senyumannya
dan kuberanikan mengomentari.
” Ya sudah kalau itu memang pendapatmu, aku kan coba tuk nerimanya ” kupaksakan bibir ini untuk senyum.
”
Eh Ran udah sore nih, ntar kemaleman lagi kerumah ponakanmu ” cepat
kuganti pokok pembicaraan agar rasa sedih ini tak berlarut.
”
Kamu ga marah kan Dit ? ” dia menarik lenganku yang sudah siap berdiri.
Kuanggukan kepalaku dengan senyuman yang berat dibibir.
Dalam
perjalanan kerumah keponakannya hingga kembali kerumahnya tak satu
katapun aktif keluar dalam bentuk pertanyaan ataupun canda. Hanya
sedikit komentar dari setiap kata-kata yang dia berikan.
*~*
Kuayunkan
langkahku menuju pintu kamar kostku. Berat, bukan berarti karena aku
lelah atau rasa kantukku, tapi setelah kejadian siang tadi kebahagianku
sedikit
mulai hilang. Kulihat sebelah kamarku ada kehidupan diwarnai terangnya
lampu. ” Ada pendatang baru ” gumamku tapi tak kupedulikan.
”
Assalamu ‘alaikum ” seketika aku berbalik dengan rasa kaget karena aku
sedang mencari kunci kamarku diselingi dengan bayangan-banyangan
kejadian siang tadi.
” Ya….Waalaikum salam “
” Ma’af kalau saya mengagetkan kamu, saya Hasan orang baru disini, salam kenal ma’af nama kamu siapa ? “
” nama saya Adit, ma’af yah saya capek jadi nanti aja perkenalannya “
” Ma’af kalau saya menganggu ” Senyuman dibibirnya menggambarkan ketulusan hati.
Tanpa
ragu ku buka pintu dan segera kututup. Ada sedikit perasaan tak enak
pada Hasan karena pembicaraanku tadi yang kurasakan kurang enak
didengar, tapi aku membuang perasaan bersalah tersebut. Malam semakin
larut tapi kedua bola mataku tak kunjung juga mengantarku pada alam
sana. Terdengar suara kehidupan dalam kamar Hasan. Dengan penuh
penasaran kuberanikan mengetuk pintu kamarnya sekalian aku mau minta
ma’af.
” Ada apa Dit ? ” senyuman itu begitu sejuk dipandang.
” mmm… ga, kamu belum tidur San ? “
” Belum, aku tidak bisa tidur malam ini, entah mengapa mungkin karena aku masih baru kali yah dengan suasana baruku ini “
” ooo….” jawabku singkat
” Ngomong-ngomong ada apa nih Dit ? emangnya kamu juga ga bisa tidur ? “
” Aku mau minta ma’af karena jawaban perkenalan tadi tidak mengenakan “
” Ga apa-apa Dit, aku ngerti kok kamu kan tadi baru datang pasti rasa lelahmu yang membuat kamu bersikap demikian “
” Wah nih orang sabar banget, kebijakan dalam berkata bikin kagum setiap orang yang mendengarkan ” gumamku dalam hati.
Akhirnya aku ngobrol malam itu mulai dari perkenalan sampai dengan pengalaman.
Setelah
kejadian malam itu aku semakin dekat dengan Hasan. Tak jarang aku minta
pendapat tentang masalah yang sedang kuhadapi. Setiap katanya
mengandung makna yang begitu indah bagaikan penyair yang menyampaikan
risalah lewat kata-kata bijaknya.
” Dit, rasa
cinta itu fitrah. Setiap manusia yang normal pasti akan merasakannya,
tapi tergantung kita dalam pengembangan cinta tersebut. Cinta kita
kepada lawan jenis atau hobby kita boleh-boleh saja, tapi jangan sampai
rasa cinta tersebut mengalahkan cinta kita padaNya “
”
Sulit San, hati ini sudah terlanjur suka sama dia. Sekarang alur
hidupku saja entah kan kubawa kemana, semuanya serba kebingungan dan
saat kuambil keputusan selalu saja kutemui jalan buntu “
”
Dit, cinta itu tak harus memiliki dan cinta tak bisa dipaksakan. Jika
kita memang mencintai seseorang, kita kan merasa bahagia jika dia
menemukan kebahagiannya, walaupun kebahagian itu tidak ditemukan pada
diri kita, kita harus ikhlas. Dit, sekarang mengadulah kepada Allah.
Mohon petunjukNya untuk membimbing kebimbangan dalam menjalani hidupmu
dan jangan terlalu dipikirkan sebab kamu tau sendiri kan bahwa kamu
punya penyakit kanker ” Hasan memang benar penyakit yang kuderita selama
ini tak lagi kupikirkan. Padahal entah esok atau lusa bahkan mungkin
hari ini jika Allah berkenan mengambil nyawa ini, aku tidak bisa berbuat
apa-apa.
Kuingat pesan Hasan yang masih
terngiang dalam benakku ” Sesungguhnya setiap yang bernyawa pasti akan
mengalami kematian, jadikanlah ini salah satu prinsip dalam menjalani
hidup agar selalu ingat padaNya “. Bergetar seketika seluruh tubuhku
entah apa yang terjadi padaku saat itu. Tanpa pikir panjang ku basuh
setiap bagian tubuhku dengan air wudhu untuk mengadukan masalah ini pada
Penguasa alam semesta.
” Ya Allah, betapa besar
dosaku selama ini. Cinta yang kau berikan telah aku salah artikan.
Begitu halusnya iblis membisikan arti cinta itu hingga kabut cinta
duniawi telah menghalangi arti sebenarnya cinta. Ya Allah, andaikan
cintaku padaMu sebesar cintaku padanya bahkan lebih dari itu. Sungguh
aku sangat menginginkan hal itu sebelum Kau memanggilku. Ya Allah
jadikan cintaku padaMu begitu besar hingga ku tak takut akan kematian
bahkan kematian menjadikan gerbang menuju kerinduan menghadapMu ” tak
terasa air mata penyesalan telah membasahi pipi dan sajadah. Hatiku
sedikit lebih sejuk dan tenang dan tak terasa keseimbangan tubuhku mulai
tak stabil dan akhirnya aku tersungkur dalam sujud.
*~*
Fahmi Azzam...
September - Oktober 2008
(Telah terbit di Buletin Dimensi PB PII)