Zulfahmi Abdillah

Urang Minang yang Lahir di Tanah Batak

I Won't Give Up

Indak ado kato manyarah sabalun mancubo. Darah Minang itu Padeh!

With Azzam

Bersama Melewati Hari Penuh Makna

Belajar Bersama Alam

Belajarlah.. Pada masanya Alam akan mewisuda dirimu...

Menjaring Matahari

Ringan Bukan Berarti Mudah. Berat Bukan Berarti Sulit.

Rabu, 30 April 2014

Cerita Soal Visi

Hari ini mendapat buku yang cukup menginspirasi, terkadang usil menyentil, dan syarat nasehat. Isinya tidak terlalu tebal namun cukup mengusik pikiran saya yang selama ini terlena akan visi hidup.

Buku yang berisikan catatan seorang CEO perusahaan konveksi mengenai cerita perjalanannya bersama perusahaan yang begitu mempercayakannnya untuk ditangani anak yang baru berusia 25 tahun. 

Itu sentilan pertama, anak yang berusia 25 tahun sudah jadi CEO perusahaan konveksi yang kini branding sangat terkenal di negeri ini. Padahal beliau dengan saya itu ada persamaan, sama-sama mengakhiri kuliah lebih cepat dari waktu seharusnya.

Mengapa itu didapatnya? Tidak mudah ternyata. Begitu banyak proses yang harus dilalui. Dalam catatannya, si CEO tadi hanya menuliskan impian-impiannya dan membangun trust dengan orang lain walaupun itu adalah orang yang baru pertama kali ditemui.

Ini sentilan kedua, saya yang terkadang langsung menaruh curiga dan penuh awas terhadap orang baru. Padahal kalau kita berbaik sangka saja, orang tersebut akan mudah nyaman jika berada di sekitar kita. Bukankah pada dasarnya setiap orang itu baik? itu katanya.

Ciptakan visi dalam setiap aktifitas. Inilah kalimat yang cukup meresap ke dalam sanubari (halah.. ngomong opo..). Coba kalau kita menghadirkan visi dalam setiap aktifitas maka kita akan menentukan cara untuk mengenggamnya. Ketika mau makan, kenapa harus makan? Jika kita menjawab supaya kenyang, maka kita akan makan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan lauknya. Jika menjawab agar nikmat, maka kita akan menentukan makanan enak apa yang akan kita makan.

Bah! Iya juga. Ini sentilan ketiga. Kita terkadang terlalu asik dengan diri sendiri tanpa memikirkan hal baru apa yang ingin kita peroleh di lain hari. Kita terlena dengan kenyamanan yang didapat tanpa menghadirkan zona tantangan untuk menggapai hal yang baru.

Soal hasil? Itu adalah proses. Sekali, dua kali atau berkali-kali gagal adalah hal biasa dalam menggapai visi. Hilangkan kekhawatiran kegagalan yang akan menghampiri. Karena apa? Karena saat terjatuh ingatlah bahwa kita pernah berdiri.

*Ditulis dalam keadaan terkena sentil

Senin, 21 April 2014

Organisasi Dan Sepakbola

Sepakbola adalah salah satu bentuk organisasi sederhana. Ketika seorang teman menanyakan bagaimana cara kita memahamkan kepada orang lain tentang organisasi.

Organisasi sering dipahami sebagai bentuk wadah beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama dan berusaha mencapai tujuan tersebut secara bersama-sama.

Inilah mengapa pentingnya organisasi dalam kehidupan. Baik di rumah, di masyarakat, dimanapun kita berada adalah bentuk organisasi.

Dalam skema sebuah tim sepak bola, ada pembagian kerja di antara sesama pemain. Tidak semua pemain jadi penyerang, kalau semua pemain jadi penyerang siapa yang jadi pemain bertahan. Pelatih akan menempatkan beberapa pemain sesuai dengan kemampuannya masing-masing sesuai dengan porsinya. (bersambung)

Mitos Hari Kartini?

Setiap tanggal 21 April, kita bangsa Indonesia terbiasa memperingati Hari Kartini sebagai pahlawan, yang katanya memperjuangkan aspirasi kaum perempuan Indonesia selain itu beliau juga dikenal sebagai tokoh emansipasi perempuan.

Benarkah demikian? Apakah anda mengetahui siapa Kartini yang hidup pada 1 abad silam itu.
Terus terang selama ini saya selalu bertanya-tanya dalam hati kecil tentang siapa itu ibu kita RA. Kartini sehingga kita rutin memperingati hari kelahirannya, apakah dia seorang wanita pemberani yang selalu melawan ketidakadilan pada dirinya, suku, agama atau bangsanya, ataukah dia seorang sosok kharismatik dan pintar yang mengharumkan nama Indonesia di dunia?. Inilah sedikit tanda Tanya yang membebani pikiran saya.

Terlahir dengan nama Raden Ajeng Kartini, putri ke-5 dari 11 saudara dari Raden Mas A.A R.M Sostroningrat dan M.A Ngasirah merupakan keturunan jawa tulen dari kabupaten Jepara. Kartini kecil memang dikenal sebagai anak yang pintar dan rajin. Pada umur yang relatif muda, Kartini telah mahir bercakap dalam bahasa Belanda, itulah sebabnya banyak tulisan-tulisan beliau yang berbahasa Belanda.
Namun menginjak pada umur 20 tahun, Kartini mulai dipingit dan tidak lama setelah itu dia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang yang berpoligami, padahal pada waktu itu sebenarnya Kartini mendapatkan kesempatan belajar di Betawi.

Pemikiran-pemikiran Kartini banyak tertuang dalam bukunya yang berjudul Door Deirternis tot Licht yang berarti habis gelap terbitlah terang, inilah buku yang melatarbelakangi pemberian gelar pahlawan kepada seorang Kartini sesuai dengan keputusan presiden Indonesia No. 108 tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
Ada beberapa alasan mengapa Eka Nada Shofa Alhajar seorang mahasiswa S2 di salah satu Universitas di kota Solo ini mencantumkan nama R.A Kartini sebagai salah seorang pahlawan yang perlu dipertanyakan gelar kepahlawanannya didalam bukunya yang berjudul Pahlawan-pahlawan yang digugat.

Pertama; apabila seorang Kartini yang berjuang di balik tembok kamar saja mendapatkan gelar pahlawan nasional dan hari kelahirannya selalu kita peringati, nampaknya hal ini harus kembali kita pertanyakan kembali, untuk menolong dirinya (R.A Kartini) saja tidak bisa, bagaimana dia layak disebut pahlawan yang memperjuangkan nasib banyak orang,

Kedua; perjuangan Kartini seakan jauh dari kata konsisten, itu dikarenakan Kartini menerima begitu saja pinangan Adipati Rembang yang waktu itu sudah beristri 3, padahal dalam banyak tulisannya, jelas-jelas beliau mempertanyakan tradisi kolot tersebut. Dgn kata lain pengidola kartini menyetujui poligami.
Ketiga; pemikiran-pemikiran Kartini hanya bersifat regional Jawa saja, artinya dia tidak pernah sesekali menyinggung keberadaan perempuan pada suku atau bangsa lainnya.

Keempat; apabila kriteria dari pemberian gelar pahlawan nasional diberikan kepada seseorang yang hanya menyampaikan gagasan pemikirannya dari balik tembok kamar saja, tentunya Dewi Sartika lebih pantas di pakai nama dan hari kelahirannya sebagai hari perempuan Indonesia.

Mungkin itulah beberapa alasan yang ingin saya ungkapkan dari ketidaksetujuan saya dari adanya hari Kartini. Saya kira pemberian bahkan penetapan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini terlalu berlebihan, karena masih banyak pahlawan perempuan Indonesia yang layak diberikan penghargaan sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia. Tulisan ini tidak bersifat menggurui atau melecehkan perjuangan seorang Kartini melainkan hanya sebuah ungkapan dari kebisingan polemik gelar pahlawan di Indonesia.

Gelar pahlawan seakan telah menjadi komoditas politik yang sering digunakan untuk memaknai dan memberikan penghargaan kepada para pendahulu sebuah partai politik ataupun lainnya tanpa diketahui perjuangan dan jasanya bagi negara dan bangsa.

Rabu, 16 April 2014

Seharusnya Tidak Seperti Itu...


Mohon maaf sebelumnya, saya harus menuliskan ini karena kegelisahan-kegelisahan pribadi. Terutama, ketika melihat postingan aktivis, kader, atau simpatisasn PKS di jejaring sosial yang agaknya terlalu menjunjung tinggi PKS. Saya paham, sebagai kader atau simpatisan, upaya untuk bangga dan membagus-baguskan PKS adalah hal yang wajar, sah-sah saja, tapi akan menjadi berbeda ketika dibalik upaya untuk membanggakan itu, ada suatu bentuk ‘menjatuhkan’ tokoh lain. terutama Jokowi dan PDIP yang akhir-akhir ini diserang habis-habisan oleh PKS atau kader, atau simpatisannya.

Pertama, Pada Bulan Januari dan Februari yang lalu, ketika Jakarta Banjir besar, di media-media online seperti bersamadakwah.com, PKS Piyungan, dll. Ada upaya agitatif dengan membuat opini jika “Jokowi gagal mengatasi banjir Jakarta”. Awalnya, saya mengira biasa-biasa saja, yang namnya kritik ya wajar-wajar saja. Tapi jadi tidak wajar ketika kemudian dimunculkan sosok Aher (Ahmad Heriyawan) sebagai “penolong” Jokowi.

Secara pribadi, sebagai bangsa Indonesia, kita tentu sangat senang melihat dua pemimpin bersatu dan saling membantu. Tapi akan menjadi berbeda ketika ada upaya mengangkat salah satu tokoh dan menjatuhkan tokoh yang lain. Apalagi, Jokowi belum genap dua tahun memimpin Jakarta, tentu butuh waktu untuk menyelesaikan banjir yang menjadi bencana tahunan itu. sementara Aher, sudah lima tahun memimpin Jabar dan ini adalah periode keduanya.

Kedua, saya sangat menyesalkan kultwit Bang Fahri yang menyerang PDIP terutama ketika Megawati menjadi Presiden. Pertanyaannya, kenapa tiba-tiba bang Fahri melakukan hal itu ketika popularitas PDIP naik? Kenapa tidak dari dulu-dulu saja? Apakah ada upaya menjatuhkan nama baik PDIP agar tidak dipilih dalam pemilu? Entahlah, tapi menurut saya sangat tidak etis mengungkap aib/dosa/kegagalan seseorang sementara periodenya sudah berlalu. Sudah menjadi masa lalu. lalu apa yang diinginkan bang Fahri dengan kultwit itu? ingin Megawati di hukum? Atau di hakimi rakyat agar partainya tak dipilih? Entahlah. Saya semakin susah membedakan mana Partai Islam dan mana yang tidak. sama saja. Sama-sama saling serang menyerang, jatuh menjatuhkan.

Setelah itu, kemudian muncul kultwit baru yang menyerang PKS. Konon itu dari kader PDIP, jika sudah demikian. Maka semakin komplit lah. Antara satu partai dengan partai yang lain saling serang. Duh, sebagai warga biasa. Saya harus berbuat apa? Kalau setiap hari kita disuguhi oleh hal-hal yang tidak penting seperti itu.

Harusnya semua saling legowo. Tidak usah saling jatuh menjatuhkan. Kerja saja yang baik, maka rakyat pasti akan menilai mana partai yang tulus dan mana partai yang ingin tercitrakan baik. kebaikan tidak perlu dicitrakan, karena kebaikan memiliki nilai tinggi di Mata Allah Swt, bukankah Allah maha melihat dan maha segalanya? jika toh partainya di serang habis-habisan, di jatuhkan habis-habisan, tapi kalau Allah berkehendak dia menang pemilu. Ya siapa yang bisa melawan? Kun fayakun.

Ketiga, tentang Partai terkorup. Ada banyak postingan di media tentang rekapitulasi kasus korupsi. Disana disebutkan, PDIP berada di posisi teratas dan PKS berada di posisi terbawah. Hanya saja, kasus korupsi PKS sangat bombastis karena menimpa Presiden PKS. Dalam hati saya bersyukur karena PKS –tergolong partai kanan/Islam—memiliki kasus korupsi terendah. Kalau PDIP menjadi partai dengan rekapitulasi korupsi tertinggi, hal itu masih bisa dimaklumi karena selaku partai besar, dengan kursi yang banyak, kader yang banyak dan spirit nasionalis kiri sebagai pijakannya. Mungkin saja.

Hanya saja, banyak para simpatisan dan (mungkin) kader PKS yang terlalu membanggakan hasil rekapitulasi tersebut. Alhamdulilah, kita patut bersyukur. Meskipun kasus korupsi kuota impor daging sapi itu membekas kuat di benak masyarakat. dan saya sangat menyayangkan, ketika ada upaya menyerang PDIP kembali. Akhirnya data partai terkorup tersebut di sebarluaskan dengan meninggikan PKS dan menjatuhkan PDIP? Kenapa? Tidak perlu begitu lah, biar rakyat yang menilai.

Saya sempat berdiskusi dengan teman saya yang simpatisan PKS itu dan bilang “Alhamdulilah, kita syukuri saja karena PKS masih lumayan bersih dibanding yang lain, tapi juga jangan menjatuhkan partai lain begitu.” Dan dia menjawab “Ini harus di sharingkan ke masyarakat luas, biar mereka tahu mana partai yang baik dan mana partai yang korup. Ini menunjukkan jika PKS adalah partai paling baik.”

Saya terdiam mendengar penjelasan tersebut. Ada upaya agar dirinya terlihat lebih baik dari yang lain, dan ini adalah hal yang fatal menurut saya. Lalu saya menjawab “Tidak perlu, rakyat pasti bisa menilai kok. Lagipula, dengan menyebarkan data partai terkorup, apalagi dengan merendahkan/menjatuhkan partai lain itu justru akan menjadi boomerang. Biar saja itu mengalir, biar saja pihak ketiga yang memberitakan. Ente pihak pertama, yaitu sebagai simpatisan PKS. Dan itu beresiko.” Tapi dia tak menggubris kata-kata saya.

Maksud saya, kalaupun PKS partai bersih, partai yang paling baik diantara Partai yang lain, biarlah pihak ketiga yang memberitakan. Logika sederhananya, jika saya telah berbuat kebaikan, maka akan sangat lucu jika kemudian saya mengumbar kebaikan itu ke orang-orang “he, saya barusan berbuat baik lho.” Tapi akan berbeda lagi jika yang bilang itu orang lain.

Tanpa PKS (Pengurus/kader/simpatisan) membagus-baguskan partainya sebagai partai paling rendah kasus korupsinya, toh Metro tv, Tv-one, kompas, jawa pos dan lain-lain juga sudah mengabarkan berita itu. media-media itulah yang saya maksud orang ketiga. Itu saja sudah cukup. Kalau kemudian PKS ikut-ikutan membagus-baguskan Partainya, justru itu akan menimbulkan riak-riak di Masyarakat. Bahasa gaulnya membuat rakyat “ilfil”. Kalaupun selama ini PKS sudah bekerja dengan sangat baik untuk kemajuan bangsa, biarlah Allah yang menilai kebaikan itu dan kelak Allah lah yang akan memberikan balasannya. Tidak perlu diunggul-unggulkan, tidak perlu merasa paling bagus, apalagi dengan menjatuhkan rival/lawan politiknya.

Padahal, dahulu saya membayangkan jika di pileg 2014 ini PKS akan menduduki posisi kedua dan berhasil mengusung Pak Hidayat Nur Wahid (politisi yang saya kagumi) itu sebagai capres. Tapi ternyata menurut Quick Count sementara, PKS berada di posisi ke-7. Jangankan untuk capres, cawapres pun berat rasanya. Kenapa bisa demikian? Kenapa suara PKS yang dulu lebih tinggi dari PKB dan PAN kini dibawah mereka? Entahlah.

Saya pun berandai-andai : Andaikan PKS tidak menyebut dirinya Partai paling bersih, andaikan PKS tidak terlalu reaksioner ketika LHI ditangkap, andaikan PKS tak menyerang KPK, PDIP dan Jokowi, andaikan PKS tak menyebut ini-itu konspirasi, adaikan kader/simpatisannya tak fanatik seperti ini, andaikan PKS tak merasa paling baik sendiri. Mungkin… mungkin.. kejadiannya tidak seperti ini.

Sama dengan Partai Demokrat yang “babak belur” karena kadernya di geret KPK. Bahkan jumlahnya tidak hanya satu, nominalnya bahkan jauh lebih fantastis dari dugaan suap LHI. Ditambah internal partai yang goyah, kritik bertubi-tubi pada SBY dan lain-lain. Permasalahan PKS tak se-parah Demokrat. Tapi Partai Demokrat masih memiliki kepercayaan tinggi dari masyarakat dengan menduduki peringkat ke-4. Kenapa? Entahlah.

Saya mengambil satu kesimpulan, dan mungkin juga saran untuk PKS. Bagi pengurus/kader/simpatisan. Saya mohon maaf jika saran saya ini nantinya menyinggung hati. Saya tidak bermaksud demikian. Menurut saya, fanatisme kader/simpatisan PKS yang berlebihan tersebut terlampau over-reaktif. Misalkan saja, ketika media “menyerbu” ramai-ramai Presiden PKS yang diduga terlibat kasus suap daging impor. Ratusan hingga ribuan kader PKS yang di pelopori oleh bang Fahri Hamzah justru menyerbu balik KPK dengan sangat emosional.

Pemberitaan LHI mungkin tidak akan membesar, tidak akan meledak seperti itu andaikan kader/simpatisannya tidak over-reaktif yang menunjukkan fanatisme besarnya ke publik. Ambil contoh saja kasus Andi Malarangeng yang cenderung ‘sepi’ pemberitaan. Dikarenakan kader/simpatisan Partai Demokrat tidak bersifat over-reaktif, bahkan mempersilahkan KPK. Untuk kasus korupsi ini, terlihat betul kedewasaan berpolitik masing-masing elite. SBY sebagai politisi kawakan tentu lebih paham situasi dan bagaimana harus mengambil sikap, kendati Partainya diambang kebangkrutan. Dan buktinya, elaktabilitas Demokrat justru masih diatas PKS.

Yang paling terlihat adalah sikap over-reaktifnya bang Fahri Hamzah. Kenapa bang Fahri cenderung emosional seperti itu? padahal PKS punya tokoh yang cerdas sekaliber Anis Matta, tokoh Ulama yang menyejukkan sekelas Hidayat Nur Wahid, dan juga sosok gaul-modern semisal Pak Tifatul Sembiring. Mohon maaf bang Fahri, bisa jadi suara PKS turun karena sikap panjenengan yang emosional dan over-reaktif, dan itu akhirnya memprovokasi kader/simpatisan di grassroot yang sangat cinta kepada PKS. Sekali lagi mohon maaf, itu hanya pendapat dari saya.

Saya tidak anti-PKS, justru sebaliknya, saya merasa sedih karena pasca-Masyumi, tidak ada lagi Partai Islam yang tangguh dan dipercaya. Harapan itu sempat muncul di Pemilu 2009, dimana PKS berhasil duduk di posisi ke-4. Kala itu, saya sempat optimis jika akan muncul Partai Islam yang kuat, dengan tokoh-tokoh inspiratif dan cerdas, yang memiliki basis massa kuat beserta karakter idiologis yang mencolok. Jujur saja, bagi saya PKS bisa menjadi neo-Ikhwanul Muslimin yang kelak bisa mengajarkan Politik yang lebih damai, integratif dan inklusif. Apalagi dengan indeks prestasi korupsi yang rendah. PKS bisa menjadi kiblat politik Islam di dunia. Pada akhirnya, negara-negara Arab bisa belajar dari Indonesia.

Saya menyarankan agar ada rekonstruksi sikap. Sikap fanatik yang berlebihan harus mulai dibuang, sikap merasa paling unggul dengan merendahkan rival (semisal terhadap Jokowi dan PDIP) juga harus dibuang. Slogan Cinta, Kerja dan Harmoni harus segera digalakkan. Biar saja banyak pihak yang menyerang habis-habisan, toh, ukuran baik buruknya semua kembali kepada Allah yang maha segalanya. Jika PKS yang dalam setiap gerakannya menamakan gerakan Dakwah, namun masih over-reaktif terhadap pemberitaan yang berbau fitnah, itu Paradoks namanya. Jika PKS yang merupakan gerakan Dakwah, namun masih takut citranya jatuh karena pemberitaan negatif media, maka harus segera membuat re-orientasi. Tujuan Dakwah adalah untuk kehidupan Ukhrowi, bukan duniawi. Jika masih takut fitnah, citra jatuh, dan lain-lain, maka itu masih duniawi.

Lima tahun ke depan ini, semoga menjadi pelajaran berharga bagi pengurus/kader/simpatisan PKS. Meskipun banyak yang berharap PKS akan masuk 3 besar dan menjadi Partai Islam yang kuat (meskipun belakangan memilih jalan sebagai Partai Nasionalis-Moderat). Dan di Pemilu 2014 ini, PKS tidak terdepak dari lima besar. Tapi kenyataannya memang berbeda. PKS tengah berjuang untuk bangkit lagi. Harusnya PKS tidak seperti itu. wallohu’alam

Minggu, 09 Februari 2014

ROKOK MEMBUNUHMU : Kok Masih di Jual?

Peringatan tentang rokok kini sudah tidak seperti biasa, aku sendiri baru nyadar perubahan itu pertama kali ketika lihat tayangan iklan rokok di tv. Dimana kala itu aku merasa ada yang aneh, sempat aku lihat juga iklan rokok ada yang menampilkan harga rokok per pcs-nya.
Keanehan itu terjawab di-ending iklan dimana ada pesan Peringatan: Merokok Membunuhmu. Kala itu aku berusaha ambil gambar peringatannya tapi selalu jelek hasil gambarnya karena mungkin efek gelombang apa itu. Contohnya adalah seperti gambar diatas. Kalau di iklan tv pesan peringatan masing-masing produk kayaknya tidak semua sama posisinya karena ada yang nyempil dibawah, ada yang posisi ditengah.
Saat melihat iklan di tv itu aku masih belum jelas selain tulisan peringatan itu ada gambar apa gitu, soalnya kelihatan sangat kecil. Nah, ternyata gak hanya ditv aja yang pesan peringatannya menjadi sedemikian rupa, dibaliho iklan rokok pinggir jalan juga tidak seperti biasa alias berubah juga menjadi
PERINGATAN:
ROKOK MEMBUNUHMU
Dilengkapi dengan gambar pendukung berupa, orang merokok dan 2 tengkorak didekatnya, terus ada juga tanda 18+ didekat tulisan peringatan itu. Kalau lihatnya di tv sumpah gak jelas, gak bakal ngeh terkait ilustrasi gambarnya, tulisan peringatannya itu sendiri kalo gak melek banget juga gak bakal terbaca. Tapi setelah lihat dibaliho pinggir jalan aku baru ngeh ada tanda 18+ dan gambar orang merokok beserta 2 tengkorak. Gambarnya kurang lebih seperti ini (kalau iklan ditv “Peringatan: Merokok Membunuhmu” tapi contoh baliho ini “Peringatan: Rokok Membunuhmu”):

Kalau menurutku, ini menurutku loh ya! Selaku bukan pakar periklanan, merasa bahwa “Peringatan: Rokok Membunuhmu” itu membingungkan, cinderung terasa garing, gak serem gitu.
  • Membingungkan
  1. Setauku, iklan rokok itu dilarang menunjukan orang yang sedang merokok gitu, lah itu ilustrasinya jelas-jelas nunjukin orang lagi merokok.
  2. Peringatanan tapi bisa terasa seperti menganjurkan, yakni lingkaran yang didalamnya ada angka 18+ itu seolah menganjurkan merokoklah ketika sudah 18+ (18 tahun keatas), atau bisa berarti boleh merokok setelah 18+. Atau bahkan berarti peringatan itu hanya berlaku untuk 18 tahun keatas, yang padahal sekarang dibawah 18 pun sudah banyak yang merokok. Ah entalah….
  • Cinderung terasa garing
Peringatan: rokok membunuhmu, ini gak terasa sedang mengingatkan sih, kalo aku selaku bukan perokok merasa lebih diingatkan dengan pesan lama:

Jadi ya peringatan yang baru cinderung tarasa garing gitu, memang singkat sih pesannya tapi gak jelas, gak mak jleb gitu, sama-sama membunuh, lebih mak jleb kata d’masiv “cinta ini membunuhku” *eaaaaa
  • Gak Serem
Aku sih paham maksud gambar tengkorak itu adalah untuk membuat efek serem, tapi dimana rasa seremnya? Perokok mana takut? Se esek-eseknya film hantu Indonesia kayaknya lebih serem hantu-hantu film ketimbang gambar tengkorak itu.
Tulisan ini hanya menurutku belaka loh ya, Peringatan: Merokok Membunuhmu! Gimana menurutmu? Kalau soal berpengaruhkah perubahan peringatan itu bagi masyarakat ya entalah, tapi sepertinya gak akan begitu berpengaruh. Dan lagi kalau perokok sejati pasti ada aja alasanya, misal: merokok gak merokok nanti juga bakal mati atau apalah gitu. Jika sekedar peringatan semacam itu mungkin cinderung terabaikan.
Merokok atau tidak merokok kembali kepribadi masing-masing, tapi tetep lebih baik tidak merokok sih, kalaupun merokok setidaknya merokok itu pada tempatnya, kayak buang sampah dong? Ya memang begitu harusnya, ada etikanya gitu.
Tapi kalau ku pikir-pikir lagi. Kalau memang Rokok Itu membunuh, KENAPA MASIH DI JUAL???

FAHMI DAN THE BLUES "CHELSEA"


Ada apa antar Fahmi dan Chelsea? Sebuah pertanyaan yang sering diajukan kepadaku. Mengapa begitu senang terhadap klub ini?

Baiklah, semua orang terutama laki-laki di dunia ini pasti begitu menyukai bahkan hobby untuk memainkan olahraga ini. Termasuk aku, yang sejak kecil sering untuk bermain bola. Bahkan dulu, jam pelajaran sekolah kalau guru tidak masuk maka aku dan teman-teman menyempatkan untuk bermain bola.

Nah, kenapa begitu memfavoritkan Chelsea? Klub berjuluk The Blues ini sudah aku sukai sejak eranya Ruud Gullit ketika menjadi pelatih. Dimana salah satu pemain bintangnya adalah Gianfranco Zola. Artinya, aku menyukai klub ini sebelum eranya Abramovic yang kini sebagai pemiliknya. Sekitar tahun 1990-an. Saat itu aku masih SD. Kenapa bisa suka? padahal waktu itu siaran langsung sepakbola masih di kuasai Liga Italia bukan liga Inggris. Maka aku mencari informasinya lewat koran dan majalah.
Ketertarikan kepada Chelsea hanyalah soal warna. Aku begitu menyukai warna biru. Warna yang syahdu kurasa. Bahkan sangat menyenangi Chelsea ketika level permainannya meningkat setelah dibeli orang kaya Rusia, Roman Abramovic. Maka semakin sukalah aku dengan Chelsea. Selesai eranya Zola, masuk Frank Lampard yang juga sempat bermain bersama Zola.

Bukan dipungkiri, era Chelsea sudah saya ikuti sejak lama. Pahit getir, suka duka pun saya ikuti. Ya karena soal warna kita sama. Itu saja!
#KeepTheBlueFlagFlyingHigh
#CFC

Sabtu, 01 Februari 2014

Pesona Tapak Tuan, Aceh Selatan

Tapaktuan adalah ibu kota dari Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh. Kota ini memiliki luas 92,68 km² dengan jumlah penduduk sekira 22,343 jiwa. Saat Tsunami 2004, kota ini terlindungi Pulau Simeulue sehingga terjangan ombak yang dahsyat terpecah dan berkurang intensitasnya ketika sampai di pesisir pantai. Kota Tapaktuan menyimpan cerita menarik tentang legenda naga dan wisata bahari yang alami belum banyak diketahui dan dikunjungi.
Topografi kota ini di ketinggian 500 m dpl membawanya pada iklim tropis basah dengan keindahan alam, gugusan pantai berkarang, dan teluk yang memesona. Wisata bahari dapat dilakukan di sini, seperti di Pantai Teluk Tapaktuan dan Pantau Labuhan Haji. Ada pula tujuan wisata menarik lainnya, yaitu, Wisata Air Dingin, Panorama Hatta, Pulau Dua, Genting Buaya, Ia Sejuk Panjupian, Air Terjun Twi Lhok, Batu Berlayar, atau Gua Kalam.

Tapaktuan merupakan kota di pesisir selatan pantai Aceh yang posisinya strategis dengan pelabuhan alam dan menjadi basis ekonomi kelautan di Provinsi Aceh.  Wilayahnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Tenggara di utara, di selatan dengan Samudera Indonesia, di barat dengan Kabupaten Aceh Barat Daya, dan di timur dengan Kabupaten Singkil dan Kota Subulussalam.
Tapaktuan dikenal dengan sebutan Kota Naga dimana berasal dari sebuah Legenda Putri Naga dan Tuan Tapa yang sudah menjadi sejarah lisan masyarakatnya secara turun temurun. Orang menyebutkan Aceh Selatan sebagai Kota Naga. Bahkan, saat Anda memasuki kota ini, sekira seratus meter dari arah timur kantor Bupati Aceh Selatan maka akan melihat gambar naga tepat di dinding pinggir jalan.
Legenda Naga mengisahkan tentang sepasang naga jantan dan betina yang mendiami teluk (Tapaktuan). Keduanya diusir dari negeri Tiongkok karena tidak memiliki anak. Suatu ketika kedua naga ini mendapati sesosok bayi perempuan terapung di lautan kemudian dipelihara dengan penuh kasih sayang. Beranjak dewasalah bayi tersebut menjadi gadis cantik yang disayangi pasangan naga tersebut.

Suatu ketika munculah sebuah kapal dari Kerajaan Asralanoka di India Selatan dimana 17 tahun yang lalu rajanya kehilangan bayi yang hanyut ke laut. Sang raja mengenali gadis itu sebagai bayinya yang hilang dahulu dan hendak meminta kepada sepasang naga tersebut untuk mengembalikannya. Akan tetapi, sepasang naga itu menolak sehingga menimbulkan perkelahian di lautan dan mengusik seorang petapa yang bertubuh besar dan berdiam di Gua Kalam, yaitu dikenal sebagai Tuan Tapa.
Tuan Tapa yang terusik saat sedang bertapa segera melerai perkelahian sepasang naga dengan raja dari Kerajaan Asralanoka. Tuan Tapa meminta sepasang naga untuk mengembalikan sang gadis kepada orang tuanya. Akan tetapi, kedua naga tersebut menolak dan malah menantang Tuan Tapa untuk bertarung. Terjadilah perkelahian di laut dimana kedua naga kalah oleh Tuan Tapa dan gadis pun dikembalikan kepada orang tuanya. Gadis tersebut kemudian mendapat julukan sebagai ‘Putri Naga’ dan kembali bersama orang tuanya tetapi mereka tidak kembali ke Kerajaan Asralanoka melainkan memilih menetap di pesisirnya. Keberadaan mereka diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tapaktuan.
Naga jantan mati terbunuh akibat pukulan tongkat Tuan Tapa. Tubuhnya hancur berserakan dan darah berceceran menyebar memerahkan tanah, bebatuan, bukit, dan juga air laut. Hati dan tubuh naga hancur berkeping-keping menjadi bebatuan hitam berbentuk hati yang saat ini dapat dilihat membekas di sisi pantai (baca: dikenal sebagai Batu Itam). Darah naga yang membeku menjadi batu (baca: dikenal sebagai Batu Merah). Begitu pula sisa pijakan kaki Tuan Tapa nampak terlihat, tongkat dan sorbannya juga turut membatu hitam beberapa ratus meter dari kedua tapak kaki sang petapa di pinggir pantai.